Senin, 30 Juli 2012

Catatan perjalanan liburan summer 2003/2004: Sydney 26 Desember 2003 – 2 Januari 2004


Tak terasa hari ini akhir dari tahun 2004. Tahun ini kemungkinan besar kami akan merayakan Akhir Tahun Baru 2004 di Thuringowa, twin city dari kota Townsville. Liburan kali ini memang kami nggak kemana-mana, wong fokus utama ngepak barang buat pindah. Kurang dari 3 minggu lagi kami akan meninggalkan Australia. Alhasil anak-anak yang terbaisa jalan-jalan saat liburan sekolah, rada-rada manyun. Apalagi mengingat tahun lalu kita merayakan Tahun Baru di Sydney. 


Mengingat musibah tsunami di Asia Selatan, dari berita di TV kini ada pro dan kontra atas perayaan Tahun Baru di Sydney tahun ini. Menurut pengelola perayaan, karena acara ini sudah dirancang dari 10 tahun yang lalu dan uang telah digunakan, perayaan Tahun Baru tetap diadakan dengan tambahan 1 menit renungan. Walaupun pesta kembang api akan tetap meriah, secara psikologis mungkin tidak terlalu nyaman untuk beberapa orang. Yang pasti, setelah berhari-hari melihat gambar-gambar para korban tsunami (terutama dari TVRI Indonesia yang gambar-gambarnya wooowww .... sereeemmm), saya sendiri mulai dilanda mimpi buruk.

Untuk sedikit „mengaburkan“ derita Aceh, lebih baik cerita saja tentang pengalaman liburan Tahun Baru 2004 di Sydney. Cerita ini sudah pernah ditulis di email, tapi siapa tahu ada yang mau baca lagi, kan ditambah sama foto ..he..he...


Sydney Selayang Pandang 

Sibuk. Macet. Ramai. Mahal. Mungkin empat kata ini bisa merangkum Sydney. Kota terbesar ke-2 di Australia setelah Melbourne sekilas mengingatkan pada Jakarta yang juga sibuk, macet dan ramai. Untuk urusan mahal, tampaknya Jakarta jauh lebih murah dibandingkan Sydney, apalagi kalau harga-harganya menggunakan rupiah. Mahal disini bukan untuk barang-barangnya (di Jakarta juga banyak barang-barang mewah yang mahal) tapi untuk jasa pelayanan seperti transportasi, makan, parkir dan tempat rekreasi.

Tiba di Sydney menjelang malam dari Ballina (perbatasan Queensland sekitar 780 km dari Sydney) dan hanya berbekalkan peta kota tidak detil, bisa dibayangkan „panik“nya kami mencari apartemen di Eastlakes yang sudah dipesan sebelumnya. Dari peta, kami lihat bahwa Eastlakes terletak dekat Airport, sehingga kami memutuskan untuk mengikuti highway yang bertandakan gambar pesawat. Tidak lama kemudian kami memasuki pusat kota Sydney. Disini kebingungan melanda karena highway bercabang-cabang. Entah bagaimana akhirnya kami memasuki terowongan di bawah Harbour Bridge yang merupakan jalan tol menuju airport. Toh tiba pula kami di ujung terowongan dan berhenti di suatu jalan di dekat Airport. Untungnya, kami memiliki nomor telepon Rahmat, mahasiswa S3 dari Bandung yang ditugasi menjaga apartemen yang akan kami sewa. Dengan bantuan Rahmat yang kemudian menjumpai kami di suatu tempat, kami bisa tiba dengan selamat.

Pusat kota besar selalu merupakan tempat penyasaran bagi pengendara mobil dari luar kota. Tahun lalu kami juga habis-habisan berputar-putar di pusat kota Brisbane mencari jalan keluar maupun masuk. Hal yang sama terjadi lagi di Sydney, hanya saja urusan putar-putar di Sydney lebih bikin senewen karena jalanan lebih ramai dan panjang. Apalagi di Sydney susah cari tempat berhenti untuk melihat peta karena kebanyakan tempat bertulisan No standing (artinya bukan dilarang berdiri, tapi dilarang berhenti) atau sekalian tempat parkir bermeter. Tak heran kebanyakan orang selalu mengatakan, lebih baik naik kendaraan umum di Sydney daripada naik kendaraan pribadi. Hal terakhir ini yang lalu kami lakukan. Meninggalkan mobil di penginapan dan naik kendaraan umum saat jalan-jalan ke pusat kota. Hal ini lebih praktis karena bukan saja menghindar jalanan yang macet, tapi juga disebabkan mahalnya parkir. Kalau cuma 2.20 sejam sih masih mending, tapi di pusat kota bisa sampai 10 AUD per jam. Bahkan ketika kami di Manly, parkir sejam 12 AUD! Itupun tak dapat tempat karena penuh.

Melancong dengan anak, jelas perlu fleksibilitas tinggi. Jangan terlalu berharap dalam satu hari bisa melihat banyak tempat kecuali mau keluar tenaga menggendong anak atau menutup mata melihat anak loyo. Untuk pelancong bertenaga kuat (dan umumnya tidak ‘menenteng’ anak) yang punya waktu terbatas di Sydney dan ingin melihat sebanyak mungkin, bisa beli tiket Sydney Explorer seharga AUD 30 (dewasa) dimana kita bisa naik semua bis, kereta, dan ferry keliling-keliling Sydney selama satu hari penuh. Atau bisa juga beli Sydney pass untuk 3, 5 atau 7 hari. Harganya lumayan mahal. Jadi kalau sudah yakin bahwa tiket ini tidak akan digunakan maksimal, seperti kami yang bawa anak dan umumnya dalam satu hari hanya mampu melihat satu tempat, lebih baik beli tiket lepasan atau tiket satu hari saja (DayTripper). Atau bisa juga berlaku seperti orang lokal, beli tiket langsung sebanyak 10 buah (TenPass) yang bisa dipakai kapan saja. Untuk tiket model ini, harganya disesuaikan sesuai jarak. Tiket untuk jarak pendek harganya lebih murah daripada tiket jarak jauh.

Berlibur di musim puncak liburan di Sydney lumayan menyengsarakan. Tempat-tempat rekreasi penuh, rasanya persis seperti ke tempat rekreasi di Indonesia saat lebaran atau setelah lebaran. Sesak dan antri!

Pusat Kota 

Tempat paling populer dan merupakan ikon Sydney adalah Opera House, Circular Quai, Harbour bridge dan the Rocks. Untuk yang pertama, belum ke Sydney rasanya kalau tidak ada foto mejeng di depan Opera House. Circular Quai sendiri merupakan terminal besar yang terbuka, tempat bis, kereta dan ferry berpusat. Harbour Bridge merupakan jembatan penghubung kota Sydney bagian utara dengan bagian barat/timur. Kalau punya uang dan nyali cukup, pelancong bisa juga ikut tour naik atap jembatan ini. Hampir semua selebritis dunia kalau ke Sydney menyempatkan naik ke atap jembatan ini. Sementara the Rocks merupakan tempat pertama pembangunan kota Sydney. Bangunan-bangunan kuno di tempat ini masih berdiri, tetapi fungsinya sudah berubah, jadi tempat belanja atau pub. Pusat kota Sydney adalah campuran antara gedung tua dan modern. Diantara gedung modern yang menjulang tiba-tiba saja ditengahnya menyempil gereja tua atau gedung kuno lainnya.



Untungnya tempat-tempat ini semuanya ada dalam satu ‘kompleks’. Cukup dengan naik bis menuju City dan berhenti di Circular Quai dimana semuanya bis bermuara, lalu tinggal jalan saja entah ke arah Opera House atau ke arah sebaliknya, the Rocks. Disini banyak artis jalanan yang manggung, termasuk juga copet dan penipu. Ketika kami datang ada seorang nenek yang menghampiri kami dan minta uang untuk menelfon rumah. Ternyata, setelah diberi dia tidak menelfon tapi menghampiri orang lain untuk meminta hal yang sama. Wah .. dikira hanya di Jakarta saja ada model orang beginian. Di sini juga ada lho tukang bersih kaca mobil di persimpangan lampu merah .... jadi kangen Jakarta nih! 

Salah satu tempat di pusat kota yang jadi tujuan pelancong adalah Darling Harbour. Di sekitar kompleks ini kita bisa mengunjungi beberapa tempat seperti Maritime Museum, Sydney Aquarium dan China Garden. Akhir tahun 2003 kami menghabiskan waktu sepanjang hari di kawasan ini. Di tengah kawasan banyak atraksi. Anak-anak puas sekali naik perahu di danau kecilnya, naik dinding panjat, atau hanya melihat-lihat keramaian. Untuk memudahkan kami membeli tiket family pass kereta api Monorail dimana dengan tiket ini kami bisa berhenti dan naik monorail di setiap stasiun sepanjang hari. Monorail berhenti di berbagai stasiun dekat pusat kunjungan yang sudah saya sebutkan sebelumnya ditambah dengan beberapa tempat lainnya seperti China Town, Sydney Tower dan Paddy Market. Sayangnya paddy market yang terkenal ini hanya ada mulai hari Kamis sampai Minggu sehingga kami tidak sempat untuk berkunjung ke sini. 




Tahun Baru di Sydney 

Menikmati malam tahun baru di Sydney bisa jadi salah satu dambaan banyak orang. Betapa tidak, setiap tahun bila kita melihat tayangan kembang api tahun baru di layar kaca maka Sydney dengan harbour bridge dan opera housenya akan menjadi perwakilan Australia. Tak heran, menjelang tahun baru bisa dibilang puncak kunjungan turis ke Sydney. Sydney padat penuh sesak oleh pendatang. 

Puncak perayaan tahun baru di Sydney dipusatkan di beberapa tempat, terutama yang berhadapan dengan Harbour Bridge. Tempat-tempat di sekitar the Rocks dan Opera Sydney House, Botanical Garden merupakan tempat favorit pengunjung. Selain itu di tempat lain seperti di Darling Harbour juga diadakan kembang api yang terpisah. Dari sini kita masih bisa juga menikmati kembang api Harbour Bridge walaupun agak terhalang dengan gedung-gedung tinggi. 

Diperkirakan lebih dari ½ juta penonton datang untuk menikmati kembang api akhir tahun 2003 yang lalu. Oleh karena itu dari jauh-jauh hari pemda Sydney sudah memberikan pengumuman agar orang-orang menaiki kendaraan umum ke tempat perayaan. Konon untuk dapat tempat yang agak bagus, orang sudah datang dari siang hari. 

Malam tahun baru tampaknya juga waktu dimana orang-orang mabok. Tahun ini untuk mengurangi masalah alcohol, pemda melarang pengunjung di lokasi-lokasi utama untuk membawa alcohol dan gelas. Walaupun pemeriksaan dilakukan di pintu masuk, tetap saja minuman keras bisa lolos karena banyak yang “pintar” membawa minuman dalam botol plastik air mineral. Selain itu beberapa restoran di sekitar lokasi utama juga menjual alcohol. 

Di Sydney sendiri kembang api dilakukan 2 kali, yaitu jam 9 dan 12 malam. Kembang api pertama ditujukan untuk keluarga yang umumnya membawa anak kecil dan setelah itu kembali ke rumah. Kembang api utama umumnya lebih panjang dan spektakular dan masih banyak juga keluarga dengan anak kecil bertahan untuk menonton. Seperti juga yang dilakukan oleh kami. 

Sayang sekali kami tidak bisa menikmati kembang api puncak dengan baik. Lima belas menit sebelum akhir tahun datang 2 orang perempuan bule dengan seorang teman lelaki. Sudah kelihatan sekali bahwa mereka mabok. Mereka lalu mulai membuat ulah dengan menggeser-geser, mendorong dan menggencet anak kami. Tentunya kami tidak terima dan ketika kami protes dia mulai memaki-maki dengan kalimat kasar. Intinya mereka tidak suka orang asing dan merasa lebih berhak untuk tinggal di posisi kami. Tidak pelak lagi, kami berbalas „pantun“ saling mengomel. Salah satu perempuan ini sangat kasar sekali dan dasar ngaco tiba-tiba keluar ucapan memuji bahwa anak saya cantik dan tampan namun tidak patut menjadi anak saya. „They deserved to be an Australian not like you!“ omelnya kacau balau. Woow ......, langsung tambah ngomel saya ... memangnya siapa yang minat jadi orang Australia. Tiba-tiba saya berpikiran jangan-jangan kalimat yang hampir sama digunakan oleh para “penculik” anak Aborigin untuk membenarkan tindakan mereka. Dulu anak-anak Aborigin diambil dari keluarganya untuk dididik agar sesuai dengan kriteria orang kulit putih Australia. 

Untungnya tidak semua orang kulit putih Australia bertindak seperti mereka. Melihat saya dan keluarga terganggu kemudian ada seorang bapak yang membantu. Dia menegur para perusuh dan bahkan kemudian memanggil polisi. Ternyata kehadiran polisi masih manjur untuk membungkam mereka. Entah karena takut kami diganggu lagi atau sekalian memantau situasi, setelah menegur para perusuh, 3 orang polisi masih menunggu sampai akhir kembang api. Setelah kembang api usai, sang Bapak (bule) penolong kami kemudian mendekati kami untuk mengucapkan selamat tahun baru dan menenangkan kami bahwa tidak semua orang Australia idiot seperti para perusuh. Apapun, tahun baru ini benar-benar menjadi pelajaran terutama bagi anak kami yang tertua yang menjelang remaja betapa bahayanya efek alkohol. Selain itu .. ini juga pengalaman pertama saya habis-habisan memaki-maki bule ..he..he.... 

Hari terakhir di Sydney dihabiskan dengan bersantai di kediaman teman lama, pasangan Betty Penturi dan Toar Dotulong. Setelah bergadang di tahun baru, rasanya malas untuk khusus pergi ke tempat rekreasi. Apalagi malamnya kami sudah harus mengepak barang karena esok pagi akan meninggalkan Sydney menuju Canberra. Sydney dengan segala macam keruwetannya menorehkan berbagai kesan bagi keluarga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar